Indonesia Raya 3 stanza

Entri Populer

toppop-entri

Senin, 02 Mei 2011

Memaknai Revitalisasi Gerakan Pramuka





Revitalisasi Gerakan Pramuka telah dikumandangkan melalui disahkannya UU No. 22 Tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka pada hari Selasa tanggal 26 Oktober 2010 yang lalu. Mengapa? Karena eksistensi Gerakan Pramuka sejak saat ini mempunyai pijakan hukum yang kuat. Gerakan Pramuka bukan lagi sekedar kegiatan luar sekolah yang keanggotaannya bersifat suka-rela, seperti yang diamanatkan oleh Keppres No. 238 Tahun 1961, namun Gerakan Pramuka telah mentransformasi dirinya menjadi organisasi pendidikan yang independen.
Apa implikasinya?
Komunitas-komunitas yang ingin menyelenggarakan pendidikan kepramukaan (kepanduan), yang disebut sebagai Satuan Komunitas (SAKO), bisa dibentuk berdasarkan kesamaan pangkalan lembaga pendidikan, atau kesamaan hobi tertentu atau kesamaan lainnya, tetapi tetap berada di dalam Gerakan Pramuka.
Jadi tidak ada lagi organisasi kepanduan yang berdiri sendiri. Dengan demikian penyelenggaraan pendidikan kepramukaan harus tetap sejalan dengan prinsip pendidikan kepramukaan secara internasional yang membangun karakter positif, takwa kepada TUHAN YME, cinta alam dan kasih sayang sesama manusia, serta mengembangkan persaudaraan dan membantu terciptanya perdamaian seluas dunia.
Dalam rangka mensosialisasikan upaya revitalisasi Gerakan Pramuka itu, maka Kwartir Nasional Gerakan Pramuka bekerja sama dengan Kantor Menteri Negara Pemuda dan Olahraga telah mengundang penulis untuk mengikuti perkemahan guna mengenal PRINSIP DASAR KEPRAMUKAAN dan METODE KEPRAMUKAAN di Pulau Belitung pada tanggal 5-7 November 2010.
Mengapa dipilih pengenalan terhadap prinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaan sebagai pintu masuk untuk sosialisasi upaya revitalisasi Gerakan Pramuka?
Menurut Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka : Prof. Dr. dr. H. Azrul Azwar, MPH, sosialisasi hanya akan efektif bila prinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaan dihayati sebagai bagian dari pendidikan karakter generasi muda, yaitu mengatasi terkikisnya rasa cinta tanah air dan menanggulangi menurunnya kesadaran untuk ikut serta dalam upaya bela Negara.
Lalu mengapa dipilih bentuk perkemahan, bukan seminar atau lokakarya?
Karena perkemahan merupakan sarana yang paling tepat untuk membentuk culture kepramukaan (kepanduan). Bagi sebagian besar undangan yang awam dengan Gerakan Pramuka, maka perkemahan merupakan wahana yang tepat untuk meresapi Trisatya Pramuka dan mengamalkan Dasadarma Pramuka. Janji-janji kepramukaan yang selalu diucapkan itu mempunyai relevansinya dalam visualisasi cinta tanah air dan cinta sesama melalui kegiatan di alam bebas dalam kehidupan bersama di bumi perkemahan.
Alasan yang lain dikemukakan oleh Subagyyo Masi’in, PB Annas Bidang Bahari, Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, kegiatan perkemahan adalah sarana untuk menginternalisasikan Visi, Misi, Nilai dan Strategi Gerakan Pramuka sehingga pengenalan prinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaan itu tidak menjadi sekedar wacana, tetapi menjadi suatu pendidikan untuk mengatasi kelalaian dan kecerobohan manusia dalam menangani hasil peradaban. Hal ini mewujud dalam terbentuknya sikap untuk mengatasi keserakahan dirinya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang seolah-olah tiada habisnya.
Bisa? Sangat bisa, karena perkemahan dengan fasilitas yang sangat terbatas merupakan sarana untuk hidup berbagi, membina kebersamaan dan menggalang solidaritas, ajang untuk mengasah toleransi dan kepekaan sosial.
Tanpa kesadaran itu, perkemahan akan berubah menjadi arena “pindah tidur” – masuk akal juga.
Terus kenapa harus berkemah di tepi laut?
Tujuan utama adalah menyadarkan kita semua bahwa NKRI adalah negara kepulauan, dimana lautan adalah wilayah terbesar dan daerah eksplorasi terkaya dari negeri ini. Orientasi darat yang selama ini kita pegang harus diubah menjadi Jalesveva Jaya Mahe (justru di laut, kita jaya) yang telah lama diperjuangkan melalui Deklarasi Djuanda tanggal 13 Desember 1957 dan Konvensi Hukum Laut PBB (UNCLOS) tahun 1982 (yang diratifikasi melalui UU No. 17 tahun 1985).
Oleh karena itu, perkemahan di tepi laut mempunyai makna simbolis sebagai pencurahan perhatian kita yang lebih besar terhadap masalah-masalah kelautan.
Lalu apa kaitan isu kelautan dengan Gerakan Pramuka?
Gerakan Pramuka mempunyai kegiatan untuk menanamkan rasa cinta laut dan menumbuh kembangkan pandangan hidup yang berorintasi ke laut yang dikenal sebagai SATUAN KARYA PRAMUKA BAHARI (SAKA BAHARI), sehingga upaya untuk merevitalisasi Gerakan Pramuka mau tidak mau juga harus menyentuh upaya revitalisasi Saka Bahari. Oleh karena itu, revitalisasi Saka Bahari harus dimaknai sebagai penguatan memori publik bahwa lautan adalah modal dasar pembangunan untuk kesejahteraan bangsa Indonesia, yang tercermin dalam UU Perikanan Indonesia dan Gerakan Nasional Minapolitan yang mencanangkan Indonesia sebagai penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar di dunia pada tahun 2015.
Mengapa harus berkemah di tepi laut Pulau Belitung?
Pertama. Karena Pulau Belitung akan langsung diasosiasikan dengan kehidupan maritim di Selat Malaka. Sehingga revitalisasi Gerakan Pramuka yang mewujud dalam UU No. 22 Tahun 2010 itu menemukan momentumnya yang tepat dalam reorientasi NKRI sebagai negara maritim pasca insiden ditangkapnya tiga aparat Pengawas Perikanan Dinas Kelautan dan Perikanan Prop. Kepri oleh Polisi Malaysia pada tanggal 13 Agustus 2010 yang lalu. Insiden ini mengingatkan kita pada rapuhnya dunia maritim di perbatasan teritorial kita. Ternyata kekayaan laut kita di Selat Malaka, termasuk perairan sekitar Pulau Belitung, sudah lama dijarah nelayan negara lain. Penjarahan juga terjadi pada harta karun dari kapal-kapal yang telah lama tenggelam di sekitar Pulau Belitung. Maka pemilihan Pulau Belitung menjadi sarat dengan nilai nasionalisme dan patriotisme, yaitu medan pertahanan kedaulatan Negara, medan untuk menciptakan Ruang, Alat dan Kondisi Juang yang tangguh.
Apakah teori yang bagus-bagus di atas dapat diimplementasikan?
Perkemahan selama tiga hari itu mencoba membumikan ide-ide besar itu menjadi sesuatu yang konkrit untuk dihayati dan diresapi.
Sejak rombongan mendarat di bandara HAS Hanandjoedin, Tanjung Pandan, pada hari Jumat pagi, rombongan langsung diperkenalkan dengan salah satu krida dari Saka Bahari yaitu Sumber Daya Bahari. Rombongan langsung dijamu dengan hidangan santap pagi – kuliner khas Belitung yang kaya ikan itu di ruang VIP Bandara HAS Hanandjoedin oleh Ketua Mabicab (Majelis Pembina Cabang) Belitung, yang juga menjabat sebagai Bupati Belitung, Darmansyah Husein. Dalam paparannya sehabis santap pagi bersama itu, Ketua Mabicap Belitung menyatakan bahwa Belitung mempunyai keistimewaan dalam Krida Sumber Daya Bahari dan Krida Wisata Bahari, maka perkemahan akan dilaksanakan di tepi pantai Tanjung Kelayang supaya semua peserta dapat melihat secara langsung potensi dari Krida Sumber Daya Bahari dan Krida Wisata Bahari yang merupakan soko guru dari Saka Bahari Gerakan Pramuka di Belitung.
Setelah santap pagi, rombongan menikmati sight seeing dengan mengunjungi calon lokasi Bumi Perkemahan Belitung di Kelekak Datuk, hamparan tanah yang luas ini dapat menampung kira-kira 3000 anggota Pramuka. Kemudian rombongan diajak menikmati potensi Krida Wisata Bahari, yaitu mengunjungi pantai Tanjung Pendam yang sudah tertata rapih, lalu menikmati santap siang di restoran Rindu Pantai di pantai Tanjung Tinggi, pantai tempat lokasi shooting film Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi. Acara santap siang ini sekaligus memperkenalkan dua potensi yaitu Krida Sumber Daya Bahari berupa hasil laut yang melimpah dan segar, serta Krida Wisata Bahari, dengan panorama pantai Tanjung Tinggi yang masih alami, pantai berpasir halus dan berhiaskan batu-batu megalith besar tersusun rapih seperti ditata oleh tangan-tangan keindahan. Sehabis santap siang, rombongan menuju lokasi perkemahan, yaitu pantai Tanjung Kelayang.
Acara pertama di bumi perkemahan ini adalah pengenalan prinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaan yang dipaparkan oleh Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka dan anngota Majelis Pembimbing Nasional yang lain, dilanjutkan dengan revitalisasi Saka Bahari Kwartir Cabang Belitung. Acara ini didahului dengan pelantikan Majelis Pembimbing Satuan Karya Bahari yang antara lain melibatkan Bupati Belitung, Kepala Pelindo Belitung dan Danlamal Belitung. Setelah itu upacara diteruskan dengan pelantikan dan pengukuhan Saka Bahari Kwartir Cabang Belitung, yang diikuti oleh 120 calon anggota Satuan Karya tersebut. Dalam sambutannya, Ketua Kwarnas menyatakan bahwa revitalisasi Gerakan Pramuka yang sudah dicanangkan melalui disahkannya UU Gerakan Pramuka merupakan upaya untuk menciptakan culture kepanduan secara konsisten dan berkelanjutan. Sebagai wujud rasa syukur atas dilantiknya 120 anggota baru Saka Bahari Kwarcab Belitung, maka adik-adik dari Gudep 01 dan Gudep 18 mempersembahkan Tari Selamat Datang yang dilanjutkan dengan sekapur sirih untuk Ketua Kwarnas. Dalam konperensi pers sehabis perhelatan ini, Ketua Kwarnas menekankan bahwa revitalisasi Gerakan Pramuka itu berazaskan kegiatan di alam terbuka dan belajar sambil melakukan (learning by doing). Upaya ini bukan saja dilakukan dengan menciptakan permainan luar ruang yang baru dan memproduksi lagu-lagu baru yang lebih relevan dengan kehidupan remaja sekarang, tapi juga dengan mengetengahkan strategi baru dalam pembinaan adik-adik Pramuka. Acara ditutup dengan santap malam menikmati kekayaan laut Belitung sebagai wujud dari potensi Krida Sumber Daya Bahari Belitung. Malam harinya, acara dilanjutkan dengan pelantikan para pamong Saka Bahari Kwarcab Belitung
Hari kedua dimulai dengan permainan dan olah raga untuk menggalang kebersamaan yang sarat nilai-nilai kepanduan, dilanjutkan dengan pengenalan Krida Wisata Bahari, yaitu berlayar mengunjungi Pulau Lengkuas. Kegiatannya meliputi latihan menyelam dan jelajah pulau termasuk naik ke puncak mercu suar yang dibangun tahun 1882. Kegiatan kepanduan yang disisipkan dalam Krida Wisata Bahari ini adalah berburu harta karun, yaitu mencari fosil, tanaman langka dan binatang laut yang indah.
Setelah itu, rombongan melanjutkan kegiatan berburu harta karun dengan mengunjungi Pulau Burung. Acara ditutup dengan makan siang menikmati Krida Sumber Daya Bahari di base camp perkemahan di pantai Tanjung Kelayang.
Malam harinya diisi dengan salah satu bentuk revitalisasi Gerakan Pramuka, yaitu pengenalan lagu-lagu baru dan permainan baru. Acara permainan yang sarat pendidikan karakter ini berhasil memukau para peserta, sehingga pengenalan prinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaan memperoleh relevansinya dengan dunia awam.
Hari ketiga diisi dengan pengenalan potensi Krida Jasa Bahari, yaitu pengenalan adat istiadat Belitung. Acara diawali dengan mengenal rumah adat Belitung di Tanjung Pandan dan dilanjutkan dengan makan badulang (makan secara adat : duduk bersila berempat dengan menggunakan tangan menkmati hidangan kuliner khas Belitung di nampan). Acara diakhiri dengan mengenal kerajinan tangan khas Belitung dan makanan olahan khas Belitung di Galeri Belitung.
Kesimpulan :
Kegiatan perkemahan ini telah optimal membumikan upaya revitalisasi Gerakan Pramuka melewati dua kegiatan pokok yaitu sosialisasi UU No. 22 Tahun 2010 dan pengenalan visi, misi, nilai dan strategi Gerakan Pramuka melalui pengenalan prinsip dasar kepramukaan dan metode kepramukaan.
http://edukasi.kompasiana.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar